Sunday, 25 November 2018

Takdir 3

Posted by wulansetya at 00:06 0 comments
Terbayang lagi kini pertengkaran kita beberapa tahun lalu. Hatimu sekeras batu, tak mudah untuk memahami kau. Tapi bahkan di saat-saat terendahku, kau masih saja jadi penawar nomer satu paling efektif untuk menyembuhkan lukaku.

Kata orang, menunggu itu adalah hal yang paling menyulitkan. Bagiku, menunggu adalah hal biasa. karena dia selalu membuat aku menunggu, bahkan hingga saat ini. aku yang selalu menunggu waktu untuk sekedar bercakap di akhir pekan. Aku yang selalu menunggu kau menjemputku di kotamu. Aku yang selalu menunggu hatimu kembali. Apa aku lelah? entahlah, karena kau selalu membuat menunggu jadi hal yang paling menyenangkan untuk dilakukan.

Kata orang, berhentilah jika memang itu terasa menyulitkan. Ketika ia sudah tak bisa lagi kau raih, untuk apa bertahan pada manusia yang sedetikpun tak pernah melihatmu? Aku tak pernah menghiraukan kata mereka. Cintaku ini terlalu buta untuk menyadarinya.

Tapi banyak juga orang bilang, jika sesuatu itu pantas untuk ditunggu, maka tunggulah. Semua hal butuh proses, semua hal butuh waktu. Sesuatu yang sulit kau dapatkan, maka melepasnyapun akan sulit. Aku percaya, Tuhan sedang memikirkan jalan terbaiknya untuk memberikan hadiah atas sabarku.

Hingga hasil jerih payah menungguku sedikit membuahkan hasilnya. Ia mulai berujar rindu. Ia mulai merasa nyaman saat berada di sampingku, bahkan lebih nyaman dibandinh saat ia bersama yang lain. Lalu apakah aku senang? Tidak.
Tanpa sadar aku menyakiti orang lain. Tanpa sadar aku menusuk hatinya dan sekaligus hatiku.


Sebenarnya aku hanya ingin mencintai, ujarku padanya. Tapi keegoisanku telah melukai banyak orang. Maka aku memutuskan untuk meninggalkan, tapi ternyata hanya bertahan beberapa minggu. Bukan karena aku rindu, tapi aku telah terbiasa olehnya. Hingga aku berucap dalam hati, jika memang ia yang pantas, dia akan kembali. Tunggulah sebentar lagi

Thursday, 23 August 2018

Takdir? 2

Posted by wulansetya at 23:59 0 comments
iya, aku membiarkan hatinya bebas. bebas untuk memilihku atau tidak memilihku karena tak ada hati yang bisa kupaksakan. secara ajaib Tuhan akan mempertemukan kita jika pada akhirnya memang kita telah ditakdirkan sejak awal.

satu hati pergi tak lantas aku membiarkannya benar-benar pergi. hatiku paham, bahwa aku masih memilihnya, bahwa dia masih jadi yang terbaik, bahwa dia masih menjadi satu-satunya tempat dimana aku merasa ada. dia masih menjadi satu-satunya pusat dari segala pergerakanku.

aku berusaha hidup tanpa ekspetasi. banyak kumbang yang hinggap, namun kutolak hanya karena aku masih menginginkan satu kumbang yang jejaknya masih terbekas hingga saat ini. aku masih mengirimkannya sebuah pesan ketika hariku memburuk, dan dengan magisnya dia akan mengubah hari buruk itu menjadi hari yang menyenangkan.

tanpa sadar aku tak bisa sedetikpun benar-benar lepas dari hatinya, walaupun aku menginginkannya. kadang aku berpikir, dia kan bukan satu-satunya kumbang yang ada di dunia, jadi aku memutuskan untuk dekat dengan kumbang-kumbang lainnya. dan semua usahaku tak berhasil.

Aku pernah mendengar pepatah, jika itu tak berhasil, maka itu bukan takdirmu. Aku masih tak paham, apakah kami telah berakhir ataukah masih ada jalan yang akan menggiring hatinya untuk benar-benar menetap pada akhirnya. Aku belum menemukan akhir pada kisahku sendiri. Tuhan akan menunjukannya, bersabarlah

Friday, 18 May 2018

Penyesalan

Posted by wulansetya at 12:40 0 comments
Orang lain sibuk untuk menghadapi harinya, mengeluhkan hal yang sedang mereka perjuangkan hari ini, bersenang-senang dengan apa yang mereka peroleh dari kerja keras mereka. Sedangkan aku sibuk untuk menghakimi setiap keluhan mereka, aku terlalu sibuk untuk sekedar mengomentari bagaimana cara mereka mengeluhkan hal yang menurutku sama tak pentingnya dengan adegan spongebob memakai kacamata ketika ingin menangkap ubur-ubur.

Ketidak sukaanku berubah jadi lebih mengancam ketika status-status yang tadinya berisi tentang keluhan berubah menjadi ungkapan syukur. Dan aku masih sibuk menghakimi ungkapan syukur yang mereka panjatkan melalui sosial media.

"Berdoa kan sama Tuhan! Bukan sama status facebook"

"Gila lebay banget baru dapet gitu doang"

"Alay banget sih, doa di twitter"

Dan berbagai macam komentar nyinyir lainnya.
Aku masih terlalu sibuk untuk sekedar menengok ke dalam cermin yang memantulkan bayangan diriku. Bukan mereka yang butuh perhatian, sesungguhnya diriku sendiri lah yang membutuhkannya. Aku membutuhkan perhatian lebih dari siapapun di dunia ini.

Tapi aku seakan masih tak peduli. Aku masih asyik sibuk menghakimi, masih sibuk memikirkan komentar orang lain. Ya aku perpikir orang lain pasti akan berkomentar padaku, seperti yang aku lakukan pada orang lain. Namun aku masih tak peduli. Egoku masih terlalu tinggi untuk merendah. Yang aku lihat di cermin adalah bayanganku yang tanpa cela. Aku masih terlalu takut untuk menyadari bahwa dirikulah yang paling tercela diantara mereka.

Diantara riuhnya orang-orang mulai bangkit dari keterpurukannya, aku menyadari bahwa aku belum melakukan apapun. Aku terlalu sibuk untuk menghakimi orang lain. Aku tersadar dengan kenyataan pahit dimana aku benar-benar hancur, bahwa aku lah orang yang paling tercela diantara mereka.

Kini aku mencoba bangkit sendiri. Melakukan apa yang mereka lakukan, mengeluh dengan apapun yang sedang aku lakukan, mengucap syukur ketika aku berhasil menyelesaikan satu hal. Menyedihkan.

-lans


Tangerang Selatan, 18 Mei 2018, Di pojokan sebuah tempat makan di pusat pembelanjaan
 

a little dream Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos